Obesitas dapat dideskripsikan sebagai keadaan terakumulasi jaringan adiposa secara berlebihan sehingga dapat menggangu kesehatan tubuh. Berlebihnya lemak tubuh, khususnya pada bagian abdomen, berhubungan dengan banyak komplikasi yang dapat memperburuk kesehatan. Pada obesitas terjadi teori hipoksia pada jaringan adiposa. Ini dapat terjadi karena pada akumulasi lemak yang terus menerus pada jaringan adiposa, maka vaskularisasi tidak akan mampu untuk mencapai semua bagian dari jaringan adiposa tersebut sehigga menyebabkan jaringan adiposa menjadi hipoksia yang akhirnya menginduksi proses inflamasi pada jaringan adiposa. Selain teori hipoksia, proses inflamasi pada jaringan adiposa dapat dipicu pleh stres endoplasmik retikulum, dan stres oksidatif.
Secara umum, obesitas dipandang sebagai konsekuensi dari interaksi antara faktor lingkungan dan genetik. Dari berbagai literatur juga ditegaskan bahwa faktor psikologis dan hormonal juga memegang peranan dalam timbulnya obesitas. Seorang anak yang memiliki kedua orang tua yang mengalami obesitas memiliki kesempatan 80% untuk menjadi obesitas, dimana hanya 15% kesempatan obesitas dapat terjadi pada anak yang memiliki orang tua dengan berat badan normal.
Obesitas berfokus pada peningkatan lemak tubuh. Obesitas terjadi apabila asupan energi yang tinggi disertai dengan rendahnya pengeluaran energi berlangsung secara terus menerus. Asupan energi didapatkan dari makanan yang dikonsumsi yaitu lemak, karbohidrat, dan protein. Asupan energi yang berlebihan menyebabkan gangguan metabolisme makronutrien. Kapasitas penyimpanan cadangan energi dalam bentuk protein dan karbohidrat didalam tubuh sangat terbatas, sedangkan penyimpanan lemak tidak terbatas.
Keluaran energi didapatkan dari aktivitas fisik, efek termal dari makanan, dan keluaran energi saat istirahat. Aktifitas fisik merupakan keluaran energi yang dikeluarkan dari aktivitas sehari-hari. Efek termal dari makanan merupakan keluran energi yang berhubungan dengan proses pencernaan makanan di dalam tubuh. Keluaran energi saat istirahat merupakan keluaran energi untuk mengatur fungsi fisiologis tubuh. Sehingga cadangan lemak dalam tubuh yang tidak dikeluarkan melalui aktivitas fisik akan tersebar pada jaringan di bawah kulit, mesentrium, dan peritoneum dan menyebabkan peningkatan berat badan. Ketidakseimbangan asupan dan keluaran energi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor genetik dan lingkungan.
Beberapa hormon protein utama disintesis dan disekresikan oleh adiposit. Dua yang paling sering dibicarakan adalah leptin dan adiponektin. Kedua hormon ini diproduksi di sel-sel lemak. Level leptin yang bersirkulasi berhubungan langsung dengan IMT ataupun persentase lemak tubuh. Level adiponektin yang bersirkulasi menurun pada obesitas. Leptin dan adiponektin memiliki tugas yang beragam. Leptin berfungsi dalam menginduksi nafsu makan, angiogenesis, dan sekresi insulin. Adiponektin berfungsi dalam mensensitisasi insulin, anti-inflamasi, dan aksi angiogenik. Kedua hormon ini merupakan bagian kecil dari keluarga hormon yang dilepaskan oleh sel-sel adiposit dan sering disebut sebagai adipokin. Modulasi sensitivitas insulin, tumor necrosis factor (TNF), leptin, adiponektin, retinol binding protein-4 (RBP4), chemerin, dan monocyte chemo attractant protein-1 (MCP-1) adalah yang terimplikasi dari aksi adipokin. Selain itu, adipokin juga terlibat dalam respon inflamasi yang berhasil menghubungkan antara penyakit-penyakit terkait obesitas dan inflamasi yang terjadi di jaringan adiposa. Adiposit mensintesis dan mensekresikan beberapa sitokin klasik seperti TNF , IL-1 , IL-6, IL-8, IL-10, MCP-1, dan macrophage migration inhibitory factor (MIF) Adipokin lainnya yang berhubungan dengan respon inflamasi antara lain angiogenic factor, vascular endothelial growth factor (VEGF), nerve growth factor (NGF), dan protein fase akut plasminogen activator inhibitor-1(PAI1). Ekspresi dan pelepasan dari berbagai faktor inflasmasi terkait adipokin meningkat pada obesitas, terkecuali pada adiponektin yang produksinya justru menurun pada obesitas.
Hipotalamus dan batang otak adalah sistem saraf pusat yang mengatur nafsu makan (appetite). Elemen komunikasi antara sistem saraf pusat dan asupan makanan ini diperantarai oleh adanya beberapa hormon-hormon usus. Beberapa hormon usus memiliki efek anorektik. Mereka adalah pancreatic polypeptide (PP)-fold family dan peptide-tyrosine-tyrosine (PYY), hormon usus pertama yang diketahui memiliki efek menghambat nafsu makan. Hormon lainnya yang memiliki efek anorektik adalah glukagon-like peptide-1 (GLP-1) dan oksintomodulin. Kesemua ini saat ini sedang diteliti sebagai terapi dasar dalam manajemen obesitas. Sejauh ini, hormon usus yang memperlihatkan stimulasi nafsu makan hanya ghrelin.
Klasifikasi obesitas dapat dinilai dengan beberapa cara, antara lain dengan mengukur kelebihan berat badan dan mengukur Indeks massa tubuh. Penilaian obesitas berdasarkan persentase kelebihan berat badan di bagi menjadi beberapa derajat, yaitu mild obesity adalah berat badan 20-30% dari berat badan ideal, moderate obesity adalah berat badan 30-60% di atas berat badan ideal, morbid obesity adalah berat badan >60 % dari berat badan ideal.
Tabel Klasifikasi IMT menurut WHO
| Klasifikasi | IMT (kg/m2) |
| Berat badan kurang | < 18,5 |
| Normal | 18,5-22,9 |
| Berat badan lebih | ≥ 23 |
| Berisiko | 23-24,9 |
| Obesitas I | 25-29,9 |
| Obesitas II | ≥30 |
Klasifikasi Obesitas dengan menggunakan IMT, dihitung dengan rumus berat badan (kg) dibagi tinggi badan kuadrat (m2). Klasifikasi IMT menurut WHO dapat dilihat pada tabel di atas.
Penilaian Obesitas
Penilaian obesitas dapat dilakukan melalui beberapa tahapan yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan keluhan utama pasien datang, riwayat asupan nutrisi sebelumnya, aktivitas fisik, serta faktor risiko yang menyebabkan terjadinya obesitas. Riwayat asupan nutrisi pada pasien obesitas dapat menunjukan jumlah asupan nutrisi sebelumnya, frekuensi makan, dan jenis makanan.
Aktivitas fisik pada pasien obesitas dapat dihubungkan dengan gaya hidup. Aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh oleh otot rangka sehingga menghasilkan energi. Aktivitas fisik dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu aktivitas fisik ringan, aktivitas fisik sedang, dan aktivitas fisik berat. Aktivitas fisik ringan hanya menggunakan sedikit tenaga dan tidak menyebabkan perubahan dalam pernafasan atau ketahanan. Aktivitas fisik sedang menggunakan tenaga secara terus menerus dan gerakan otot. Aktivitas fisik berat berhubungan dengan kekuatan otot dan menghasilkan keringat.
Faktor risiko pada pasien obesitas yaitu genetik dan kebudayaan. Pasien obesitas dengan anggota keluarga yang memiliki riwayat obesitas, memiliki risiko yang lebih tinggi akan menjadi obesitas. Faktor kebudayaan dapat dihubungkan dengan kebiasaan makan sehari-hari. Kebiasaan makan tinggi karbohidrat dan tinggi lemak pada beberapa suku, dapat meningkatkan risiko terjadinya obesitas. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai perubahan bentuk tubuh yang terjadi pada pasien obesitas untuk melihat tipe-tipe obesitas yang tampak pada pasien. Yang dapat langsung diamati adalah pengamatan tipe obesitas melalui pengamatan penyebaran lemaknya, sedangkan untuk mengamati tipe obesitas berdasarkan kondisi selnya harus menggunakan pemeriksaan histologis. Berdasarkan kondisi selnya, kegemukan dapat digolongkan dalam beberapa tipe, antara lain tipe hiperplastik yang terjadi karena jumlah sel yang lebih banyak dibandingkan kondisi normal, tetapi ukuran sel-selnya sesuai dengan ukuran sel normal dan biasanya tipe ini terjadi pada masa anak-anak. Tipe lainnya adalah tipe hipertropik, obesitas pada tipe ini terjadi karena ukuran sel yang lebih besar dibandingkan ukuran sel normal. Obesitas tipe ini terjadi pada usia dewasa. Tipe terakhir adalah tipe hiperplastik dan hipertropik kegemukan tipe ini terjadi karena jumlah dan ukuran sel melebihi normal. Kegemukan tipe ini dimulai pada masa anak-anak dan terus berlangsung sampai setelah dewasa.
Perubahan bentuk tubuh pada pasien obesitas yaitu apple shape body and pear shape body. Apple shape body atau obesitas android ditandai dengan pertumbuhan lemak yang berlebih dibagian tubuh sebelah atas yaitu sekitar dada, pundak, leher, dan muka. Tipe ini pada umumnya dialami pria dan wanita yang sudah menopause. Lemak yang menumpuk adalah lemak jenuh.. Obesitas android lebih berisiko terjadinya komplikasi, karena adiposit yang disekresikan akan masuk ke hepar melalui sirkulasi portal. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu hipertensi, resistensi insulin, dislipidemia, dan penyakit jantung koroner. Pear shape body atau obesitas ginoid berbeda dengan obesitas android. Selain risiko komplikasi yang rendah pada obesitas ginoid, obesitas ginoid ditandai dengan timbunan lemak pada bagian bawah, yaitu sekitar perut, pinggul, paha, dan pantat. Tipe ini banyak diderita oleh perempuan. Jenis timbunan lemaknya adalah lemak tidak jenuh memiliki ukuran sel adiposit yang lebih kecil di bandingkan dengan obesitas android. Selain bentuk tubuh, Perawakan pasien obesitas mengalami perubahan yang terlihat pada wajah, leher, dan perut. Pemeriksaan fisik pada wajah terlihat membulat dengan dagu rangkap, leher lebih pendek dengan dada membusung dan payudara yang membesar, perut membuncit dan terdapat striae abdomen. Penilaian obesitas dengan pengukuran yang mudah dapat dilakukan dengan menilai indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh tidak mengkur lemak tubuh secara langsung, akan tetapi beberapa penelitian menunjukan bahwa IMT berkorelasi dengan lemak tubuh. Indeks massa tubuh merupakan metode yang mudah dan tidak mahal, sehingga dapat dilakukan pada saat skrining gizi. Selain pengukuran IMT, pengukuran lingkar pinggang diperlukan pada pasien dengan obesitas. Pengukuran lingkar pinggang dapat berfungsi untuk menentukan obesitas sentral.
Tabel Risiko komorbiditas berdasarkan klasifikasi IMT dan lingkar pinggang
| Klasifikasi | IMT (kg/m2) | Risiko komorbiditas | |
| <90 cm (laki laki) <80 cm (perempuan) | ≥ 90 cm ( laki laki) ≥ 80 cm (perempuan) | ||
| Berat badan kurang | < 18,5 | Rendah | Sedang |
| Berat badan normal | 18,5-22,9 | Sedang | Meningkat |
| Berat badan lebih | ≥ 23 | ||
| Berisiko | 23-24,9 | Meningkat | Sedang |
| Obes I | 25-29,9 | Sedang | Berat |
| Obes II | ≥ 30 | Berat | Sangat berat |
.Pemeriksaan penunjang pada pasien obesitas dilakukan untuk menilai ada ada atau tidaknya sindroma metabolik. Penyebab terjadinya sindrom metabolik adalah obesitas sentral. Obesitas sentral ditegakkan berdasarkan ukuran lingkar pinggang, pada pria > 102 cm dan pada wanita > 88 cm. Kriteria sindrom metabolik menurut National Cholesterol Education Program III (NCEP)..
Tabel Kriteria Sindrom Metabolik menurut NCEP
| Laki-laki | Perempuan | |
| Trigliserida | ≥ 150 mg/dl | ≥ 150 mg/dl |
| HDL | ≤ 40 mg/dl | ≤ 50 mg/dl |
| Gula darah puasa Tekanan darah | ≥ 110 mg/dl >130/865 mmHg | ≥ 6,1 mg/dl >130/85 mmHg |
-Referensi lengkap ada pada penulis