Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi besi mengacu pada terjadinya reduksi pada cadangan besi yang dapat berujung pada suatu keadaan anemia defisiensi besi atau tetap pada keadaan defisiensi besi tanpa anemia. Pada keadaan defisiensi besi, biasanya cadangan besi untuk keperluan eritropoiesis masih terjaga. Selain defisini di atas, terdapat beberapa defisinisi terkait defisiensi besi. Defisiensi besi fungsional diartikan sebagai tidak mencukupinya besi  untuk mobilisasi besi yang meningkat yang dibutuhkan untuk eritropoiesis, misalnya setelah terapi stimulasi eritropoiesis. Iron-restricted erythropoiesis, yaitu berkurangnya suplai besi yang diperlukan untuk eritropoiesis, tanpa memperhatikan jumlah cadangan besi, yang biasanya sudah berada dalam keadaan replesi. Iron-refractory iron-deficiency anemia (IRIDA) adalah anemia defisiensi besi yang tidak responsif terhadap terapi besi oral, pada banyak kasus hal ini dikarenakan adanya penyakit genetik.

Anemia defisiensi besi adalah suatu keadaan yang lebih parah dari keadaan defisiensi besi tanpa anemia dimana pada keadaan ini sudah terjadi suatu keadaan hipokrom mikrositik pada sel darah merah. Di negara berkembang, penyebab anemia bergantung pada umur dan jenis kelamin. Pada wanita usia reproduksi, berlebihnya darah menstruasi adalah etiologi yang tersering. Sementara pada laki-laki dan wanita paska menopause, adanya penyakit pada saluran pencernaan adalah penyebab tersering. Beberapa etiologi dari anemia defisiensi besi antara lain adalah adanya penyakit pada pencernaan yang menyebabkan percepatan atau peningkatan kehilangan besi dan atau menurunnya absorpsi besi, gangguan urologis ataupun ginekologis, hemolisis intravaskular, maupun menurunnya intake besi dari asupan. Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan penurunan absorpsi besi antara lain: Celiac disease, pertumbuhan bakteri berlebihan, Whipple’s disease, limfaengiektasi, gastrektomi (sebagian atau total), atrofi lambung, dan reseksi atau bypass usus. Sedangkan peningkatan kehilangan besi dapat disebabkan oleh kanker/polip pada usus besar, lambung, esofagus, usus  halus, ulkus peptik, esofagitis, penggunaan obat-obatan anti inflamasi non- steroid, Inflammatory bowel disease: ulcerative colitis, Crohn’s disease, adanya parasit pada usus, lesi vaskular (angiodysplasia, watermelon stomach), danMeckel’s diverticulum. Level hemoglobin pada diagnosis anemia berdasarkan karakteristik umur dari bayi hingga remaja dapat dilihat pada

Tabel Level Hemoglobin dan MCV pada Diagnosis Anemia

Berdasarkan Karakteristik Usia Bayi hingga Remaja

  UsiaLevel Hemoglobin  (g/dL)MCV (μm3 [fL])
Rata-rataDiagnosis AnemiaRata-rataDiagnosis Mikrositosis
3-6 bulan11.5 (115)9.5 (95)91 (91)74 (74)
6 bulan hingga 2 tahun12.0 (120)10.5 (105)78 (78)70 (70)
2-6 tahun12.5 (125)11.5 (115)81 (81)75 (75)
6-12 tahun13.5 (135)11.5 (115)86 (86)77 (77)
12-18 tahun (perempuan)14.0 (140)12.0 (120)90 (90)78 (78)
12-18 tahun (laki-laki)14.5 (145)13.0 (130)88 (88)78 (78)

Tabel Klasifikasi Anemia Berdasarkan Level Hemoglobin

Kriteria WHO 2011

 Anemia (g/L)
PopulasiRinganSedangBerat
Anak-anak (6-59 bulan)100-10970-99< 70
Anak-anak (5-11 tahun)110-11480-109< 80
Anak-anak (12-14 tahun)110-11980-109< 80
Wanita tidak hamil  (Usia 15 tahun atau lebih)110-11980-109< 80
Wanita hamil100-10970-99< 70
Laki-laki (Usia 15 tahun atau lebih)110-12980-109< 80

Defisiensi besi memiliki 3 tahapan dalam proses perkembangannya. Tahapan pertama adalah tahapan deplesi. Pada tahap ini terjadi penurunan pada jumlah besi di sumsum tulang. Tahapan yang kedua adalah adanya penurunan besi pada proses eritropoiesis. Pada tahap ini cadangan besi di sumsum tulang habis, besi dan saturasinya menurun sehingga dibentuklah eritrosit yang mengalami defisiensi besi, tetapi pada tahapan ini belum terjadi anemia. Tahapan yang terakhir adalah terjadi anemia defisiensi besi. Pada tahapan ini eritrosit mengalami kelainan morfologi yang dinamakan hipokrom mikrositik, namun demikian kelainan morfologi ini dapat juga tidak terjadi pada anemia defisiensi besi.

Gambaran klinik dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi antara satu kasus dengan satu kasus lainnya. Gejala muncul karena adanya anemia dan kurangnya cadangan besi pada tubuh yang diperlukan pada metabolisme tubuh. Gejala yang muncul bergantung pada onset dari anemia, derajat keparahannya, dan karakteristik dari pasien.

Anemia defisiensi besi dapat terjadi secara asimptomatik dan baru diketahui setelah dilakukan skrining laboratorium. Gejala yang umum tampak adalah kelelahan, lemas, iritabilitas, kurang konsentrasi, sakit kepala, dan tidak dapat menolerir olahraga. Gejala ini dapat terjadi pada anemia defisiensi yang belum menunjukkan penurunan kadar hemoglobin. Pasien seringkali menampakkan beberapa gejala sekaligus. Gejala-gejala ini seringkali dibiarkan sehingga akhirnya pasien-pasien dengan defisiensi besi terbiasa dengan gejala-gejala tersebut. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan atrofi dari papila lidah, alopecia pada rambut, mulut kering karena gangguan salivasi, koilonikia, sindroma Plummer-Vinson atau Paterson-Kelly (disfagia dengan atrofi glositis). Gejala-gejala ini disebabkan karena adanya reduksi pada enzim yang mengandung besi pada epitel dan saluran pencernaan. membdysphagia with esophageal membrane and atrophic glositis). Pika, yaitu gangguan makan dimana pasien memiliki keinginan untuk memakan benda-benda yang tidak umum seperti tanah, kapur, gipsum, es (pagophagia), kertas, dan lain-lain dapat terjadi pada beberapa kasus. Pagophagia dianggap cukup spesifik pada defisiensi besi dan memiliki respon yang cukup cepat terhadap pengobatan.

Diagnosis pasti dari anemia defisiensi besi membutuhkan pemeriksaan laboratorium sebagai bukti terjadinya penurunan cadangan besi di dalam tubuh. Anemia didefinisikan sebagai penurunan level hemoglobin 2 standar deviasi di bawah  level normalnya sesuai usia dan jenis kelamin.

Ferritin mencerminkan cadangan besi tubuh dan merupakan tes yang paling akurat untuk mendeteksi adanya anemia defisiensi besi. Ferritin juga merupakan reaktan fase akut yang dapat meningkat pada keadaan inflamasi atau infeksi kronik. Pada pasien dengan inflamasi kronik, anemia defisiensi besi biasanya sudah terjadi pada level ferritin kurang dari 50 ng/mL. Level ferritin lebih dari atau sama dengan 100 ng/mL (224.70 pmol/L) biasanya mengekslusikan anemia defisiensi besi.

Reseptor transferin larut, eritrosit protoporfirin, biopsi sumsum tulang dapat dipertimbangkan apabila diagnosis masih belum jelas. Reseptor transferin larut adalah perhitungan tidak langsung dari eritropoiesis dan meningkat pada penderita anemia defisiensi besi. Keuntunggan lain dari tes ini adalah reseptor transferin larut tidak terpengaruh oleh keadaan inflamasi dan dapat mendeteksi anemia defisiensi besi yang terjadi bersama dengan anemia pada penyakit kronik.

Eritroeritrosit protoporfirin adalah prekursor heme yang terakumulasi pada keadaan  tidak adanya cadangan besi yang cukup.

Tabel Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada Berbagai Jenis Anemia

DiagnosisHbMCV MCHFerritin [1]μg/LTIBCSTSI
Defisiensi BesiNN/↓< 15–30N/↑↓/N
Anemia Defisiensi Besi↓/N (pada permula-an)<15–30  (dewasa) <10–12 (anak)
Anemia karena penyakit ↓kronik/inflamasiN/↓ ringanN/↑N
Anemia defisiensi besi disertai penyakit kronik/inflamasi↓/N < 60–100 [1]μg/LN/↑  
Talasemia minor↓/N↓/NN/↑NN/↑N
Kelebihan besiNNN/↓N/↑

Ketika anemia defisiensi besi telah teridentifikasi, tujuan selanjutnya adalah menentukan etiologinya, yang dapat berupa asupan besi yang tidak adekuat, penurunan absorpsinya, peningkatan kebutuhan besi, dan peningkatan pengeluaran besi.  Pada wanita usia reproduksi tanpa adanya perdarahan uteri dapat diberikan terapi besi. Panduan terkini merekomendasikan terapi empiris pada anak-anak berusia hingga 2 tahun dan wanita hamil yang mengalami anemia defisiensi besi. Bila kenaikan level hemoglobin tidak meningkat sebanyak 1 g/dL setelah satu bulan terapi tidak ada perbaikan pada anak-anak dan wanita hamil, maka harus dilakukan evaluasi lanjutan. Pada wanita hamil, terapi besi parenteral dapat memberikan respon yang lebih baik. Evaluasi terkait adanya luka di lambung atau esofagus dapat juga menjadi etiologi, sehingga apabila etiologi ginekologis telah disingkirkan dan pasien juga tidak memberikan respon terapi yang baik pada terapi besi, maka direkomendasikan untuk melakukan endoskopi. Pada wanita usia reproduksi, menstruasi yang tidak teratur dan berlebihan, juga dapat menjadi penyebab anemia defisiensi besi.

-Referensi lengkap ada pada penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *