Ringkasan Terapi Nutrisi Stroke dengan Diabetes Melitus

Tata laksana nutrisi pada pasien stroke bertujuan untuk  mencegah malnutrisi, mempertahankan asupan energi dan nutrien yang adekuat akibat terjadinya disfagia, penurunan kesadaran, ataupun depresi yang umum terjadi pada pasien-pasien stroke.

Pada pasien-pasien stroke di ruang rawat, nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam. Pemberian nutrisi pada fase akut harus mempertimbangkan kemungkinan komplikasi yang terjadi seperti perdarahan otak, atau kebutuhan akan ventilasi, oleh karena itu pemberian nutrisi dimulai dari kalori rendah sekitar 15-20 kkal/kg/24 jam. Komposisi makronutrien memperhatikan faktor-faktor risiko terjadinya stroke pada pasien tersebut, seperti  DM, dislipidemia, ataupun hipertensi. Postur saat makan diatur agar mencegah aspirasi. Nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Konsistensi makanan mengikuti ketentuan yang telah dirumuskan oleh National Dysphagia Diet (NDD) yang merupakan tata laksana nutrisi pada pasien yang megalami disfagia dan disesuaikan dengan tingkat keparahan disfagia pasien. Terdapat 4 tingkat cairan yang kekentalannya diturunkan bertahap dan 3 makanan adat, yang dimlai dari bubur kemudian ditingkatkan seccara bertahap. Cairan dikentalkan menggunakan susu skim ataupun tepung maizena. Tingkat satu NDD diberikan untuk pasien dengan disfagia sedang hingga berat, terdapat gangguan bicara, terjadi gangguan menelan pada fase oral dan menurunnya kemampuan untuk melindungi jalan napas. Pasien pada tahap ini diberikan bubur, dan makanan yang memiliki tekstur seperti puding. Makanan dengan tekstur kasar, kacang, buah mentah, dan sayuran tidak diperbolehkan. Cairan yang diberikan memiliki kekentalan spoon-thick. Tingkat dua NDD diberikan untuk disfagia ringan sedang, dengan tektur makanan lebih padat dari bubur dan memiliki kekentalan nectar-thick. Sedangkan, tingkat tiga NDD, tekstur makanan adalah transisi untuk diet biasa. Untuk cairan yang dapat diberikan kekentalannya disebut honey-thick.

Bila terdapat gangguan menelan atau terdapat penurunan kesadaran, nutrisi dapat diberikan melalui pipa nasogastrik. Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral. Pada paien-pasien stroke yang dirawat penting untuk memperhatikan bahan-bahan makanan ataupun suplemen yang diberikan kepada pasien tidak bertentangan dengan obat-obatan yang diberikan. Hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.

Pada pasien paska stroke yang menderita DM, maka pilar manajemen pengendalian DM harus menjadi pedoman. Pilar manajemen DM menempatkan perencanaan makan pada lini pertama pengelolaan pasien dengan DM. Disusul oleh latihan jasmani, intervensi farmakologis, dan penyuluhan. Pada DM tipe 2 dengan berat badan berlebih atau tidak, diberikan penyuluhan DM menyeluruh, perencanaan makan dan kegiatan jasmani yang dievaluasi dalam 2-4 minggu sesuai klinis pasien. Setelah fase tersebut dilakukan kembali penekanan perencanaan makan dan kegiatan jasmani yang dievaluasi 2-4 minggu sesuai keadaan klinis pasien. Setelah fase tersebut apabila masih belum terdapat perbaikan pada klinis pasien dilanjutkan dengan terapi obat berkhasiat hipoglikemik. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik.  Karbohidrat diberikan 60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-25%. Langkah-langkah terapi gizi pada DM tipe 2 adalah dilakukannya pengkajian yang meliputi pengkajian kadar glukosa darah, kadar lemak darah, dan HbA1c, tekanan darah, dan fungsi ginjal. Penekanan tujuan terapi gizi medis pada DM tipe 2 adalah pada pengendalian glukosa, lipid, dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diet hipokalori utamanya pada pasien-pasien obesitas biasanya akan dapat memperbaiki kadar glikemik jangka pendek dan mempunyai potensi meningkatkan kontrol metabolik jangka panjang.

VariabelTarget terapi nutrisi
Kontrol glikemik, tekanan darah, dan lipid. 
   A1C<7%
   Tekanan Darah<140/80 mmHg
   Kolesterol LDL<100 mg/dL
   Trigliserida<150 mg/dL
   Kolesterol HDL >40 mg/dL (pria
   Kolesterol HDL>50 mg/dL (wanita)
Mencapai berat badan optimal 
Mencegah terjadinya komplikasi diabetes 

Pada pasien-pasien DM dengan berat badan lebih atau obes, dianjurkan melakukan defisit energi untuk tujuan menurunkan berat badan sambil mempertahankan pola makan yang sehat. Penurunan berat badan dengan mempertahankan pola makan yang baik akan memperbaiki kontrol glikemik, profil lipid, dan tekanan darah. Dari berbagai studi penurunan berat badan pada DM ditemukan bahwa faktor yang paling banyak terpengaruh adalah terjadinya peningkatan kolesterol HDL, penurunan trigliserida, dan penurunan tekanan darah. Berbagai pola makan juga diteliti untuk mengetahui pola makan yang tepat diterapkan pada penderita DM paska serangan stroke, pola makan tersebut antara lain diet cretan mediteranian dan diet DASH (dietary approaches to stop hypertension).

Berdasarkan penatalaksanaan diabetes melitus terpadu, penurunan berat badan pada pasien DM dengan obesitas sebesar 5% berat badan inisial sudah terbukti dapat meningkatkan kontrol diabetes, walaupun berat badan idaman belum tercapai. Sedangkan, target penurunan berat badan menurut rekomendasi ADA adalah kurang lebih 5-8,5% dari berat badan inisial. Penurunan berat badan dapat diusahakan dengan penurunan asupan energi yang moderat yaitu 250-500 kkal lebih rendah dari asupan rata-rata sehari ditambah dengan aktifitas fisik.

Tabel Kontrol Glikemik pada DM tipe 2

TerkendaliBaikSedang
Puasa (mg/dl)80-100110-125
2 jam PP (mg/dl)110-144145-179
A1C (%)<6,56,5-8

Asupan lemak total adalah 20-25%, dan dianjurkan <10% energi dari lemak jenuh dan tidak lebih dari 10% dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya berasal dari lemak tidak jenuh tunggal. Pasien DM dengan kadar trigliserida >1000 mg/dl mungkin perlu penurunan semua tipe lemak makanan untuk menurunkan kadar lemak plasma dalam bentuk kilomikron. Asupan kolesterol hendaknya tidak melebihi dari 300 mg/hari.

Tabel Target Profil Lipid pada DM tipe 2

TerkendaliBaikSedang
Kolesterol total (mg/dl)<200200-239
LDL (mg/dl)<100100-129 (tanpa PJK)
HDL (mg/dl)>45
Trigliserida (mg/dl)<150150-199 (tanpa PJK)

Sukrosa sebagai pengganti karbohidrat terbukti tidak memperburuk kontrol glikemik pada DM tipe 1 dan 2. Sukrosa harus diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat dan menambahkannya pada perencanaan makan. Dalam melakukan substitusi ini dilakukan dengan cara mengkonsumsi makanan  yang mengandung sukrosa dan dikombinasikan dengan makanan lainnya seperti lemak dan serat. Dari sebuah studi didapatkan bahwa pemberian sukrosa hingga 45 gram yang terbagi dalam beberapa waktu makan tidak jauh beda hasilnya dengan pemberian 45 gram karbohidrat kompleks pada kadar glukosa plasma, total kolesterol, dan profil lipid subjek penelitian.

Pemanis fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil dari pada sukrosa dan sebagian besar karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini fruktosa dapat memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis pada diet diabetes. Kecuali pada pasien yang mengalami dislipidemia hendaknya menghindari fruktosa dalam jumlah besar. Sorbitol, manitol, dan xylitol adalah gula alkohol biasa yang menghasilkan respon glikemik lebih rendah dari pada sukrosa dan karbohidrat lain. Penggunaan pemanis tersebut secara berlebihan dapat menimbulkan efek laksatif. Sakarin, aspartam, acesulfame K, dan sukralosa adalah pemanis tak bergizi yang dapat diterima sebagai pemanis pada semua penderita DM. Serat dianjurkan sejumlah 20-35 gram sama dengan rekomendasi pada orang biasa dan anjuran rata-ratanya adalah sekitar 25 gram perhari dengan mengutamakan serat larut.

Pada pasien obesitas, untuk mencapai penurunan berat badan, maka harus dilakukan mekanisme defisit energi. Strategi untuk melakukan pengurangan intake makanan adalah dengan membuat menu dengan total kalori di bawah kebutuhan energi dari pasien. Biasanya pada perempuan sekitar 1200-1500 kkal/hari, dan pada pria adalah sekitar 1500-1800 kkal/hari. Secara garis besar, defisit energi dilakukan sebesar 500-750 kkal/hari atau sekitar 30% dari kebutuhan total harian pasien.38 Penurunan energi ini dapat dilakukan dengan beberapa panduan pola diet yang dapat dilakukan pada pasien obesitas dan telah mendapat rekomendasi kuat dari panduan yang dikeluarkan oleh American College of Cardiology, American Heart Association, dan Task Force on Practice Guidelines and The Obesity Society antara lain adalah diet tinggi protein dimana digunakan protein hingga 25% dari total kalori, diet protein zone type dilakukan pemberian makan dengan frekuensi sebanyak 5 kali dalam sehari (30% protein, 30% lemak, 40% karbohidrat), Lacto-ovo-vegetarian diet, Low Calorie Diet (LCD), Low Carbohydrate diet (diberikan <20 g/hari karbohidrat), Low-glycemic-load diet, Lower-fat diet (30% lemak, tinggi produk susu hingga 4 sajian dalam sehari, dengan atau tanpa peningkatan serat, dengan atau tanpa low-glycemic-load diet), dan diet mediterania.

Manajemen nutrisi, aktivitas fisik, dan terapi perilaku memegang peranan penting dalam terapi obesitas. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa saat ini banyak pilihan diet yang umumnya fokus pada satu jenis nutrien, seperti diet rendah karbohidrat, diet rendah lemak, diet tinggi protein, dan diet rendah indeks glikemik. Tetapi komposisi diet sebenarnya kalah penting dari total kalori yang dikonsumsi. Berdasarkan studi meta analisis, dikemukakan bahwa manajemen diet saja memberikan hasil yang biasa-biasa saja pada penurunan IMT, begitupun bila hanya melakukan aktivitas fisik saja ternyata tidak memberikan efek penurunan berat badan yang bermakna, tetapi apabila digabungkan keduanya ternyata hasilnya memberikan efek yang baik dan dapat bertahan dalam jangka panjang.

-Referensi lengkap ada pada penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *