Kaheksia dan Perubahan Metabolisme Sel Kanker

Kaheksia kanker adalah sindroma multifaktorial yang memperlihatkan gejala penurunan berat badan, deteriorasi massa lemak, dan massa otot tubuh yang dapat menyebabkan kematian. Kaheksia berasal dari bahasa Yunani “Kakos” yang berarti “buruk”, dan “hexis” yang berarti “kondisi”. Definisi kaheksia kanker berdasarkan beberapa parameter, seperti Indeks Massa Tubuh, penurunan berat badan, serta parameter fisik dan biokimia.3

 

Tabel.2.3 Kriteria Diagnostik untuk Sindrom Kaheksia3

Kehilangan berat badan sekurang-kurangnya 5% dalam 12 bulan atau kurang

atau,

BMI <20 kg/m2

Penurunan kekuatan otot
Fatig
Ditambah 3 dari 5 Kriteria : Massa bebas lemak rendah
Anoreksia
Peningkatan marker inflamasi (CRP, IL-6)
Abnormalitas biokimia Anemia (Hb <12 g/dL)
Serum albumin rendah (<3,2 g/dL)

Perjalanan kaheksia kanker, diawali dengan stadium pra-kaheksia yang ditandai dengan penurunan berat badan ≤5% disertai dengan adanya anoreksia dan perubahan metabolik, setelah itu kondisi pra-kaheksia yang tidak tertangani akan berlanjut kepada kaheksia, yang lebih jauh lagi akan masuk dalam kondisi kaheksia refrakter yang terjadi pada pasien-pasien kanker dengan kondisi kaheksia yang terus memburuk, tidak responsif dengan terapi, dan memiliki survival rate <3 bulan. Penurunan berat badan pada kaheksia kanker tidak serta merta diakibatkan oleh karena buruknya asupan, bahkan kaheksia kanker dapat terjadi pada pasien dengan kalori yang cukup.11,12 Mekanisme yang terjadi dibalik kaheksia kanker adalah adanya interaksi kompleks antara tumor dan host (pasien), “tumor-host interactions”, yang pada intinya menyebabkan terjadinya abnormalitas metabolit penyebab katabolisme.3

Faktor-faktor yang tercermin pada kondisi klinis yang berkontribusi menyebabkan terjadinya kaheksia kanker adalah anoreksia, rasa cepat kenyang, rasa mual, diare/konstipasi, fatig, dan anemia. Kaheksia disebabkan oleh ketidakseimbangan antara sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi. Sitokin pro-inflamasi adalah tumor necrosis factor (TNF), interleukin 1 dan 6 (IL-1 dan IL-6), dan interferon gamma (IFN-ϓ), yang dikatakan sebagai sitokin pro-inflamasi utama pada sindroma kaheksia kanker. Sitokin-sitokin bekerja serempak dan tidak masing-masing dalam menyebabkan katabolisme pada kaheksia. Aktivasi sitokin pro-inflamasi ini diketahui menyebabkan anoreksia, penurunan berat badan, proteolisis, lipolisis, kenaikan level kortisol dan glukagon, serta peningkatan energy expenditure.13 Leptin dan grelin adalah dua hormon yang mempengaruhi selera makan serta asupan makan. Grelin diketahui meningkatkan selera makan, dimana leptin bekerja sebaliknya. Pada pasien kanker, peningkatan level grelin dan penurunan level leptin tidak menyebabkan peningkatan asupan makan. Hal yang menyebabkan ini terjadi adalah adanya terjadinya perubahan regulasi produksi leptin dan  ekspresi dari reseptor leptin oleh hipotalamus yang disebabkan oleh TNF. Selain hal di atas, penurunan sintesis grelin oleh gaster serta perubahan dalam keseimbangan neurohormonal juga telah dilaporkan.14 Mediator lain yang berperan dalam menyebabkan kanker kaheksi adalah proteolisis-inducing factor (PIF), sebuah glikoprotein yang diisolasi dari urin pasien-pasien kanker yang mengalami penurunan berat badan. Secara unik, PIF tidak ditemukan pada penderita penurunan berat badan karena sebab lainnya. Beberapa neurotransmiter juga berperan dalam menyebabkan anoreksia, yakni peningkatan serotonin, pada jalur aktivasi neuron melanokortin.14

Perubahan metabolisme energi pada karbohidrat, protein, dan lemak juga adalah penyebab penurunan berat badan pada pasien-pasien kanker. Perubahan metabolisme pada karbohidrat adalah terjadinya intoleransi glukosa serta resistensi insulin, walaupun efek ini bervariasi dan bergantung pada jenis kankernya.15 Namun, sebaliknya, terjadi utilisasi glukosa yang meningkat dan sangat dibutuhkan oleh tumor pada pasien-pasien kanker dikombinasikan dengan kebutuhan pasien yang meningkat menyebabkan deplesi cadangan protein dan lemak tubuh, dimana hal ini dapat menyebabkan anoreksia dan menurunkan asupan makan. Sebuah teori yang disebut “Warburg Effect” yang telah dikemukakan sejak tahun 1924 menjelaskan bahwa pada sel kanker terjadi peningkatan glikolisis aerobik (pada normalnya glikolisis terjadi secara anaerob). Sel kanker memilih jalur penghasil energi melalui glikolisis daripada fosforilasi oksidatif mitokondria yang justru dihambat pada sel kanker walaupun tersedianya pasokan oksigen. Sel kanker melakukan glikolisis aerobik secara terus menerus untuk mendapatkan energi. Dapat dikatakan bahwa sel tumor sangat bergantung pada pasokan glukosa untuk kehidupannya. Proses ini pada akhirnya akan menyebabkan terbentuknya laktat.(warburg effect slobodan devic). Pada siklus Cory, glukosa yang dilepaskan oleh jaringan perifer dimetabolisme menjadi laktat dan di hati laktat kembali disintesis menjadi glukosa. Pada pasien dengan kanker yang lanjut, terjadi peningkatan siklus Cory. Glukoneogenesis yang berasal dari lakata adalah sebuah proses menghasilkan energi yang sangat tidak efisien dan membutuhkan banyak molekul adenosine triphosphate (ATP) untuk  menyelesaikan siklus tersebut. Karena banyaknya energi yang dibutuhkan untuk proses ini, maka ini akan berkontribusi pada penurunan berat badan. Peningkatan konsumsi glukosa seerta peningkatan level laktat sangat berkorelasi negatif dengan outcome pasien.16-18

Selain terjadi peningkatan glikolisis pada sel kanker, glutaminolisis juga terjadi secara masif pada sel kanker untuk menghasilkan energi. Glutamin sebagian juga dikonversi menjadi sitrat untuk memproduksi lemak, dan juga menjadi malat yang dapat dikonversi menjadi piruvat. Pemberian glutamin pada pasien kanker dikatakan dapat menghambat pemecahan protein otot dan memperbaiki fungsi gut-barrier selama pasien kanker menjadi kemoradiasi.19-20

Perubahan metabolisme lemak juga berkontribusi pada terjadinya penurunan berat badan pada pasien kanker. Lemak tubuh hilang ketika lipolisis dan oksidasi asam lemak meningkat dan lipogenesis menurunan. Pada pasien non-kanker, pemberian infus glukosa akan menurunkan lipolisis, tetapi pada beberapa pasien kanker proses ini tidak terjadi.21 Lebih lanjut, penurunan lipogenesis disebabkan oleh adanya sitokin Lipid-mobilizing factor (LMF), yang diproduksi oleh tumor dan jaringan adiposa, yang menginduksi lipolisis dengan merangsang peningkatan produksi cyclic adenosisn monophosphate.22 LMF dideteksi pada pasien kaheksi kanker tetapi tidak ada pada manusia sehat. Nilai berkorelasi dengan derajat keparahan penurunan berat badan yang terjadi. Perubahan lain yang terjadi pada metabolisme lemak adalah peningkatan ekspresi dari enzim fatty acid synthase dan choline kinase.21-22

Sitasi:

Adimukti P. Laporan Kasus: Terapi Nutrisi pada Pasien Karsinoma Nasofaring dengan Malnutrisi Berat yang Menjalani Radiasi. Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017;5:1-56

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *