Kebutuhan Mikronutrien pada Pasien Kanker yang menjalani Kemoradiasi

Malnutrisi tidak hanya mempengaruhi suplai energi (karbohidrat, protein, dan lemak) tetapi juga mempengaruhi efek biokatalisis dan imunomudulasi dari mikronutrien. Makronutrien adalah pembawa alamiah dari mikronutrien, sehingga malnutrisi adalah sebab utama pada pasien kanker juga mengalami defisiensi mikronutrien. Menurut panduan European Society for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN) untuk nutrisi enteral, dapat diasumsikan bahwa pasien-pasien kanker yang memiliki asupan rendah, 60% dari total kebutuhan kalori hariannya lebih dari 7-10 hari, memiliki suplai mikronutrien yang tidak adekuat. Sebagai tambahan, konsumsi dan kebutuhan mikronutrien bertambah oleh karena adanya efek samping dari kemoterapi ataupun radiasi (adanya muntah, diare, perubahan rasa kecap) serta terjadinya proses inflamasi pada pasien kanker. Hilangnya nafsu makan serta perubahan rasa makanan yang menyebabkan anoreksia juga berkontribusi terhadap terjadinya defisiensi mikronutrien.68-72

Tabel. 2.6 Pengaruh Agen Sitostatik terhadap Kadar Mikronutrien

Agen sitostatik Mikronutrien Mekanisme Konsekuensi
Cisplatin L-carnitine Peningkatan eksresi renal dari L-carnitine Cisplatin induced insufisiensi karnitin, meningkatkan risiko komplikasi, misalnya kelelahan
Magnesium

Kalium

Peningkatan renal eksresi dari magnesium dan kalium Hipomagnesemia, hipokalemia, gangguan metabolisme lemak, intoleransi glukosa, peningkatan nefrotoksisitas
Cyclo-phospamide Vitamin D Peningkatan pemecahan dari kalsidiol dan kalsitriol menjadi metabolit inaktif oleh 24-hidroksilase Vitamin D defisiensi (calcidiol <20 ng/mL) risiko metabolic bone disorder dan imunokompeten terganggu
Fluorouracil Vitamin B1 Penghambatan fosforilasi tiamin untuk mengaktivasi koenzim thiamin difosfat Risiko kegagalan jantung, asidosis laktat, neurotoksisitas
Ifosfaamide L-carnitine Meningkatkan eksresi renal akan L-carnitine Ifosfamide-induced insufisiensi carnitine meningkatkan risiko komplikasi (misalnya kelelahan)
Methotrexate Asam folat Antagonis asam folat Defisiensi folat, homosisteinemia, mukositis
Paclitaxel Vitamin D Peningkatan pemecahan kalsidiol dan kalsitriol untuk menginaktivasi metabolit oleh 24-hidroksilase Defisiensi vitamin D (kalsidiol <20 mg/ml) risiko terjadinya metabolic bone disorder dan terganggunya sistem imun
Pemetrexed Asam Folat Asam folat antagonis Mukositis, diare, trombositopeni, homosisteinemia

Dari daftar referensi no.73

Beberapa mikronutrien menjadi perhatian dalam terapi nutrisi penderita kanker, antara lain vitamin B1, vitamin C, vitamin D, vitamin K, selenium, seng, dan L-carnitine, dan asam folat.  Status vitamin D, vitamin C, kelompok vitamin B serta trace elemen seperti selenium dan seng dapat sudah rendah sebelum terdiagnosis atau pada awal terapi. Status imunomudulator dan mikronutrien antioksidan yaitu vitamin D, selenium, dan L-carnitine, dan vitamin-vitamin dengan cadangan penyimpanan yang sedikit di dalam tubuh seperti vitamin B1, vitamin, asam folat, dan vitamin K, biasanya berisiko untuk terjadi defisiensi. Vitamin C, vitamin E, retinoid, dan selenium, tidak hanya berperan sebagai antioksidan dan menangkap radikal bebas. Mereka juga memiliki fungsi imunomodulator dan apoptosis, dan juga memiliki peran dalam mengatur proliferasi dan differensiasi sel, keterlibatan vitamin-vitamin ini adalah bekerja dalam jalur penghambatan protein kinase C dan aktifitas adenilat siklase di dalam sel-sel neoplastik.74-77 Dari sebuah studi yang meneliti penggunaan multivitamin pada kanker ovarium yang menjalani terapi dengan  cyclophosphamide dan cisplatin, pemberian selenium 200 µ, vitamin C 800 mg, vitamin E 144 mg, 60 mg beta-karoten, 18 mg vitamin B2, 180 mg vitamin B3. Yang dibagi dalam 3 dosis, setiap hari selama 3 bulan memberikan efek perbaikan imunitas serta menurunkan efek samping kemoterapi. Studi lain yang meneliti kanker paru dalam studi kohort yang melibatkan 1129 pasien yang mendapat suplemen multivitamin dan multimineral didapatkan hasil bahwa terdapat penurunan mortalitas sebesar 26% dibandingkan dengan pasien-pasien yang sama sekali tidak mengkonsumsi suplemen.78,79

Radiasi menyebabkan luka pada jaringan yang sehat. Vitamin D memiliki peranan sebagai barier mukosa serta respon inflamasi. Selain itu Vitamin D dapat melakukan supresi pada IL-6 dan melakukan regulasi hepsidin-feroportin yang memfasilitasi bioavailabilitas iron, sehingga memperbaiki keadaan kaheksia serta anemia karena defisiensi besi pada kanker. Defisiensi vitamin D didiagnosa apabila 25(OH)D<20 ng/mL, vitamin D insufisiensi didefinisikan sebagai 25(OH)D berada dalam rentang 21-29 mg/mL, dan kadar cukup vitamin D apabila >30 ng/mL, sedang kadar optimumnya adalah 40-60 mg/mL. Intoksikasi vitamin D biasanya baru terjadi sampai pada dosis 25(OH)D >150 ng/mL.(85-87). Waktu paruh 25(OH)D adalah sekitar 2-3 minggu. Suplementasi vitamin D3 dengan dosis 2000-4000 IU vitamin D/hari atau 40-60 IU vitamin D/kgBB/hari akan menaikkan level serum 25(OH)D lebih dari 30 ng/mL.80

Selenium adalah mikronutrien esensial untuk kesehatan manusia yang memiliki aktivitas biologis dan sifat anti-karsinogenik. Selenium dapat memproteksi tubuh dari stres oksidatif, mengontrol proses redox, serta berperan dalam respon inflamasi. Selenium-dependent glutathione peroksidase dan tioreduksin reduktase adalah penting untuk fungsi optimal sel imun. Pemberian suplemen selenium harus didahului dengan pengecekan status selenium dalam tubuh pasien. Jika terjadi defisiensi maka suplementasi dapat diberikan hingga konsentrasi mencapai kadar optimal (130-150 µg/L). Pasien dengan kadar selenium yang telah berada pada level 122 µg/L atau lebih tinggi dari kadar tersebut tidak harus disuplementasi dengan selenium. Dalam sebuah studi di Jerman dengan jumlah subjek penelitian berjumlah 39 orang, pasien-pasien dengan kanker kepala leher yang disuplementasi dengan selenium, menunjukkan gejala disfagia yang semakin menurun pada akhir minggu terapi radiasi.(156). Dari berbagai studi terkait selenium diketahui bahwa efek toksisitas dari kemoterapi dan radioterapi dapat dikurangi dengan meningkatkan konsentrasi serum selenium tanpa mempengaruhi efek antikanker dari terapi yang berjalan. Dapat disimpulkan bahwa pemberian 1 mg sodium selenite dalam 100 mL 0,9% NaCl sebagai premedikasi sebelum kemoterapi, hingga tercapai target selenium pada kadar optimal selama terapi berlangsung, dapat direkomendasikan. Garam selenium yang menjadi pilihan adalah sodium selenite. Sedangkan selemomethionine terinkorporasi secara non spesifik ke dalam protein pada gugus asam amino metionin, sehingga dapat terakumulasi pada organ dan jaringan.80

Vitamin C adalah mikronutrien antioksidan yang sangat penting pemberiannya untuk pasien-pasien kanker. Defisiensi vitamin C dapat mengeksaserbasi terapi antikanker seperti aldeskeukin untuk terjadinya metastasis pada karsinoma sel renal. Pada pasien-pasien kanker, plasma vitamin C yang rendah (<11 µmol/L) berhubungan dengan peningkatan aktivitas inflamasi (peningkatan C-reactive protein), albumin yang rendah, serta survival time yang rendah. Beberapa bukti menunjukkan bahwa vitamin C mempotensiasi aksi dari berbagai agen sitostatik (cisplatin, dacarbazine, doxorubicin, paclitaxel, tamoxifen, dan fluorouracil) serta mengurangi efek sampingnya.  (34,195-198,199-201). Pemberian infus vitamin C selama kemoterapi memiliki efek bermanfaat untuk mengurangi efek samping serta memperbaiki kualitas hidup pasien. Vitamin C sendiri pun memiliki efek antikanker dengan kemampuannya untuk membentuk radikal peroksida. Pembentukan radikal ini menyebabkan sel kanker kehilangan banyak substrat glukosa untuk membentuk ATP, sebagaimana diketahui bahwa sel kanker sangat bergantung pada aerobik glikolisis (Warburg Effect) untuk menghasilkan ATP. Ketiadaan ATP pada sel kanker akan berujung pada kematian sel. Selain mekanisme tersebut, mitokondria sel kanker berbeda dengan mitokondria sel normal, dimana mitokondria sel kanker sangat sensitif terhadap radikal peroksida yang berujung pada kerusakan mitokondria sel kanker sehingga lama kelamaan sel kanker akan mati.80

Suplementasi oral ataupun parenteral dari vitamin C dapat dipertimbangkan pemberiannya untuk pasien-pasien kanker dengan status nutrisi yang baik, yang tampak dari lamanya penyembuhan paska operasi, fatig, ataupun kaheksia.80

L-carnitine adalah suatu garam ammonium kuaterner yang terbentuk secara natural dari asam amino L-lisin dan L-metionin. Tubuh manusia memerlukan pasokan besi, vitamin C, piridoksin, dan niasin, untuk sintesis endogen  L-carnitine, yang diproduksi utamanya pada sitosol dan matriks mitokondria sel-sel hepar dan ginjal. L-carnitine sangat penting untuk menghasilkan energi dari beta-oksidasi mitokondria. Peranannya penting dalam metabolisme asam lemak dan keseimbangan energi. L-carnitine utamanya tersimpan pada otot rangka dan otot jantung. (3,4,33). Dari berbagai penelitian saat ini, L-carnitine mampu mengurangi neuro-kardiotoksisitas dari kemoterapi, serta mengurangi fatig dari pemberian farmakoterapi antikanker (misal.,cisplatin, ifosfamide).81,82

Defisiensi dari L-carnitine telah diajukan sebagai salah satu penyebab terjadinya kanker kaheksia dan fatig terkait tumor. Beberapa studi menunjukkan pemberian L-carnitine pada dosis 2 gram hingga 6 gram per hari dapat mengurangi berat badan, kelemahan, dan fatig yang dialami oleh pasien-pasien kanker, walaupun sebagian dari studi-studi ini masih harus diteliti lebih lanjut. Perbaikan dari status mental dan fisik dari pasien kanker dengan pemberian L-carnitine dosis tinggi dan berkontribusi kepada perbaikan selular dalam kesimbangan energi, perbaikan mitokondria untuk membakar lemak, utilisasi glukosa, serta metabolisme sitokin.83,84

Sitasi:

Adimukti P. Laporan Kasus: Terapi Nutrisi pada Pasien Karsinoma Nasofaring dengan Malnutrisi Berat yang Menjalani Radiasi. Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017;5:1-56

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *