Asam lemak omega-3 (n-3 PUFA) adalah bagian dari keluarga asam lemak tak jenuh ganda. Rantai panjangnya terdiri atas eicosapentaenoic acid (EPA) dan docohexaenoic acid (DHA). EPA memiliki 20 atom karbon dan 5 ikatan rangkap (20:5n-3). DHA memiliki 22 atom karbon dan 6 ikatan rangkap (22:6n-3), yang membuat asam lemak ini menjadi asam lemak dengan rantai terpanjang dan asam lemak paling tidak jenuh yang terdapat dalam sistem biologis. Di tubuh manusia, DHA berasal dari proses β-oksidasi dari EPA atau didapat dari diet. Ikan laut air dingin adalah sumber esensial n-3 PUFA untuk manusia. Asam lemak ini memiliki banyak fungsi fisiologis dalam tubuh, serta dapat mempengaruhi beberapa penyakit kronik termasuk kanker. Asam lemak omega-3, ataupun EPA dan DHA dapat menekan aktivitas antineoplastik, yang dapat berperan dalam pencegahan maupun terapi kanker. Kemampuan ini berdasarkan pada potensi asam lemak onega-3 untuk meningkatkan sensitifitas sel tumor terhadap terapi sitotoksik konvensional, terutama pada jenis-jenis tumor yang resisten terhadap terapi.85,86. Potensi kedua didasarkan pada kemampuan asam lemak omega-3 menyebabkan sitotoksitas agen terapi menjadi lebih selektif terhadap sel tumor dan bukan pada sel normal.87-89 Dari berbagai penelitian, selain mempengaruhi sitotoksisitas, asam lemak omega-3 juga memiliki aktivitas pro-apoptosis terhadap sel-sel kanker, dimana mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti namun sudah dikembangkan beberapa teori seputar hal ini. Teori yang berkembang adalah ROS-Mediated Akt-mTor Signaling Inactivation Induced by DHA pada sel kanker yang mengalami perubahan pada p53, dimana p53 merupakan protein faktor transkripsi yang sering disebut sebagai “the guardian of the genome” dan berperan menjaga sel dari mutasi genetik akibat kerusakan DNA. Pada teori ini, dikatakan bahwa terjadi inaktivasi dari jalur Akt-mTOR yang diawali dari penumpukan ROS yang diinduksi oleh DHA. Jalur Akt-mTOR adalah jalur yang penting dalam siklus sel dalam hal pertumbuhan jaringan serta proliferasi sel. Dengan terjadinya hambatan pada jalur ini, maka sel akan mengalami apoptosis maupun terjadi autofagi yang berakibat kepada kematian sel kanker tersebut.(Omega 3 Apoptosis). Selain mekanisme biokimia-molekuler seperti yang diuraikan diatas, terdapat beberapa mekanisme lain dari mekanisme asam lemak omega-3 sebagai anti kanker. Asam lemak omega-3 terinkorporasi dan terintegrasi ke dalam membran fosfolipid sel, sehingga asam lemak ini secara langsung mempengaruhi integritas membran sel, permeabilitas, proses difusi yang melintasi membran, dan pada akhirnya mempengaruhi proses sinyal intraselular pada sel. Asam lemak omega-3 diketahui mempengaruhi reseptor G-protein-coupled dan penghambatan aktivitas reseptor jalur sinyal tirosin kinase (sebuah protein enzim katalisis yang salah satu fungsinya adalah berperan dalam meregulasi siklus sel dan menentukan nasib sel). Kesemua jalur sinyal intraselular yang dipengaruhinya membuat asam lemak omega-3 memiliki sifat anti kanker.12
Asupan asam lemak omega-3 mengurangi produksi asam arakidonat yang akhirnya akan menurunkan produk-produk eikosanoid melalui penghambatan jalur siklooksigenasi (prostaglandin, leukotrienes, dan tromboksan). Jalur ini akan berakibat penghambatan angiogenesis tumor, proliferasi, metastasis, dan faktor-faktor inflamasi yang diproduksi oleh sel tumor. EPA dan DHA dapat menggantikan tempat asam arakidonat pada membran fosfolipid sel serta diasilgliserol. Mekanisme ini juga menjadi salah satu mekanisme anti kanker yang dimiliki oleh asam lemak omega-3.12
Suplementasi asam lemak omega-3 pada pasien-pasien kanker terbukti dapat mengurangi inflamasi, membantu mengoptimalisasi berat badan serta mempertahankan massa otot, meningkatkan respon sel kanker terhadap kemoterapi. Rekomendasi penggunaannya adalah sekurang-kurangnya sebesar 2g EPA/hari untuk pasien-pasien kanker. Penggunaan oral nutrition support yang diperkaya dengan EPA juga disarankan digunakan untuk penderita kanker.91
Branched-chain amino acids (BCAAs), valin, leusin, isoleusin, adalah tiga asam amino yag tidak disintesis oleh tubuh manusia dan harus didapat dari makanan. Lebih kurang 35% dari protein otot dan 40% dari total asam amino yang dibutuhkan oleh hewan setingkat mamalia membutuhkan BCAA. Ketiga BCAA atau leusin sendiri dapat menstimulasi sintesis protein dan juga menghambat degradasi protein. Kebanyakan asam amino didegradasi di hepar, berbeda dengan BCAA yang dikatabolisme pada jaringan ekstrahepatik (otot, adiposa, ginjal, dan otak). Katabolisme dari asam amino ini diinisiasi oleh reaksi transaminase dari alfa-ketoglutarat untuk membentuk glutamat dan branched-chain keto acids (BCKAs). Glutamat dikonversikan menjadi glutamin oleh aksi enzim glutamin sintetase. Pada kanker, BCAA berperan dalam regulasi sintesis protein dan menyebabkan supresi tumor melalui jalur aktivasi mammalian target of rapamycin (mTOR). Selain mekanisme tersebut, ketika terjadi peningkatan plasma BCAA, jaringan otak akan cenderung mengambil BCAA daripada triptofan. Diketahui bahwa triptofan adalah prekursor serotonin, yang dapat melintasi Blood Brain Barrier berkompetisi dengan BCAA karena mereka memiliki karier yang sama, diketahui pula bahwa serotonin berhubungan dengan fatig yang terjadi secara sentral. Oleh karena mekanisme ini maka BCAA dapat memperbaiki keadaan fatig pada pasien-pasien kanker.92 Dari berbagai studi diketahui bahwa kebutuhan leusin harian adalah sebesar 10 mg/kg, kebutuhan valin harian adalah 10 mg/kg, sedangkan kebutuhan isoleusin harian adalah sebesar 20-30 mg/kg.93
Sitasi:
Adimukti P. Laporan Kasus: Terapi Nutrisi pada Pasien Karsinoma Nasofaring dengan Malnutrisi Berat yang Menjalani Radiasi. Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017;5:1-56