Pemberian Nutrisi Parenteral pada Pasien Pasca Bedah

Nutrisi parenteral adalah kombinasi dari cairan yang mengandung nutrisi berupa kristal asam amino, dekstrosa, dan emulsi lemak ditambah dengan larutan air steril, elektrolit, vitamin dan mineral. Terdapat 2 tipe dari formula nutrisi parenteral. Formula yang mengandung dekstrosa, asam amino, larutan air steril, elektrolit, vitamin dan mineral disebut sebagai larutan 2-in-1 formula, dimana larutan emulsi lemak diberikan terpisah. Sedangkan formula yang mengandung emulsi lemak dalam satu kantong bersama dengan dekstrosa, asam amino, larutan air steril, eletrolit, vitamin dan mineral disebut sebagai larutan 3-in-1 formula atau total nutrient admixtures.32. Jalur pemberian dapat perifer maupun sentral. Formula hiperosmolar dengan nilai osmolaritas berkisar antara 600-900 mOsm/L dapat diberikan melalui jalur perifer. Sedangkan formula yang diberikan sentral adalah formula hiperosmolar dengan osmolaritas >1000 mOsm/L. Nilai osmolaritas biasanya diperhitungkan dari nilai dekstrosa, asam amino, emulsi lemak dan elektrolit. Osmolaritas dekstrosa adalah sebesar 5 mOsm/g, asam amino sebesar 10 mOsm/g, emulsi lemak 20% sebesar 1,3-1,5 mOsm/g, dan elektrolit sebesar 1 mOsm/mEq. Nilai-nilai ini adalah nilai-nilai patokan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam memperhitungkan osmolaritas sediaan campuran. Sedangkan nilai pasti osmolaritas biasanya dicantumkan pada label produk. Kecepatan pemberian infus glukosa adalah sebesar 5g/kgBB/menit, kecepatan emulsi lemak dan protein adalah masing-masing sebesar 0,1 g/kgBB.32

Inisiasi pemberian nutrisi pada kondisi sakit kritis dimulai pada periode 24-72 jam paska trauma saat pasien sudah berada dalam kondisi hemodinamik stabil.  Kebutuhan energi pasien sakit kritis dapat dihitung dengan kalorimetri indirek sebagai baku emas, jika teknologi ini tersedia. Namun apabila tidak ada, maka digunakan ekuasi 25-30 kkal/kgBB/hari sebagai nilai kebutuhan energi harian.33

Pemberian nutrisi parenteral paska bedah direkomendasikan pada pasien-pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan kalorinya pada 7-10 hari paska bedah atau yang mengalami malnutrisi. Pemberian nutrisi parenteral diharapkan dapat menjaga katabolisme jaringan otot, meningkatkan sistem imun dan fungsi kognitif pada fase penyembuhan paska bedah. Pada kondisi ini diberikan nutrisi parenteral total dan atau dapat dikombinasikan pemberiannya dengan nutrisi enteral. Kombinasi enteral dan parenteral diberikan pada pasien-pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan energinya >60% melalui jalur enteral saja. Pada kombinasi dengan nutrisi enteral, formula yang dipilih dimulai dari polimerik hingga elemental. Diketahui bahwa formula elemental dapat mengurangi sekresi enzim-enzim pankreatik hingga 50%. Dari studi pada hewan coba dan pada studi prospektif pada pasien, dikemukakan bahwa selama kondisi pankreatitis akut terjadi, enzim-enzim pankreatik juga ditekan sekresinya.7,31

Prinsip utama dalam pemberian nutrisi parenteral paska bedah adalah menghindari terjadinya overfeeding maupun starvasi pada pasien. Nutrisi diberikan dengan target inisiasi  sebesar 25 kkal/kg (berat badan ideal), dimana jumlah ini biasanya mendekati kebutuhan energi harian pasien. Pada kondisi dimana terdapat stres berat, maka dapat ditingkatkan hingga mencapai 30 kkal/kg (berat badan ideal). Pemberian suplemen vitamin juga disarankan diberikan pada pasien-pasien paska bedah yang membutuhkan nutrisi parenteral total. Kondisi paska bedah dimana terjadi kontraindikasi untuk diberikannya nutrisi enteral, antara lain adalah terjadinya obstruksi intestinal, malabsorpsi, terjadi fistula multipel dengan keluaran tinggi, iskemi intestinal, kondisi syok dengan gangguan perfusi splanknik, dan sepsis fulminan.7,31,32

Apabila pasien tidak mendapat tatalaksana nutrisi pre-operatif yang adekuat, hal itu dapat menyebabkan pasien lebih berisiko untuk mengalami malnutrisi. Sebuah studi dilakukan terhadap 90 pasien yang kehilangan berat >10% yang akan menjalani pembedahan gastrointestinal elektif. Pasien dibagi secara acak dan menerima nutrisi parenteral total 10 hari pre-operatif dan 9 hari paska operasi atau kontrol. Pasien pada kelompok kontrol tidak menerima nutrisi pre-operatif dan hanya menerima nutrisi paska operasi 940 Kkal (kalori non protein) + 85 g protein. Kejadian komplikasi lebih rendah secara bermakna pada kelompok terapi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0,03). Kejadian infeksi lebih tinggi secara bermakna pada kelompok kontrol jika dibandingkan pada kelompok treatment (p=0,02).31 Pemberian nutrisi pre-operatif juga dapat mempengaruhi kondisi paska bedah. Pemberian loading karbohidrat (KH) pre-operatif melalui jalur oral direkomendasikan hampir untuk seluruh pasien. Pada kasus dimana pasien tersebut tidak dapat makan atau tidak diperolehkan minum pre-operasi, maka pemberian secara intravena dapat diberikan. Pemberian minuman KH pre-operatif menunjukkan penurunan resistensi insulin, hiperglikemia pascaoperasi, kehilangan protein, lean body mass, fungsi otot, mengurangi kecemasan, dan post operatif nause vomit (PONV). Ketika pemberian secara oral tidak dapat atau tidak diperbolehkan, maka pemberian KH intravena dapat diberikan dengan kecepatan 5 mg/kgBB/min. Kebutuhan energi dan protein pre-operatif adalah 25 Kkal/kgBB ideal, akan tetapi pada kondisi stres berat dapat ditingkatkan hingga 30 Kkal/kgBB ideal. Pada keadaan sakit atau stres kebutuhan protein adalah 1,5 g/kgBB ideal atau 20% dari total kebutuhan energi efektif untuk mencegah terjadinya kehilangan nitrogen. Distribusi kalori yang direkomendasikan adalah protein:lemak:KH = 20:30:50%.31,32

Mengenai perbandingan karbohidrat dan lemak sebagai suplai kalori non protein pada sediaan nutrisi parenteral saat ini, terdapat kecenderungan untuk meningkatkan distribusi kalori KH:lemak dari total nonprotein kalori dari 50:50 menjadi 60:40 atau bahkan 70:30. Hal ini disebabkan oleh kejadian hiperlipidemia dan juga fatty liver, yang sering kali disertakan dengan kolestasis, serta kejadian non-alcoholic steatohepatitis pada sebagian pasien. Pemberian nutrisi parenteral yang lengkap (multi chamber) secara simultan selama 24 jam telah terbukti dapat mencapai nitrogen sparing yang optimal. Pemberian regimen nutrisi parenteral pada pasien operasi yang sakit berat sebaiknya mengandung suplementasi asam lemak omega-3. Dengan pemberian emulsi lemak, dapat menurunkan loading karbohidrat secara umum dan juga osmolaritas dari larutan. Soybean-based emulsi lemak, dengan kandungan omega-6 yang tinggi, memiliki efek pro-inflamasi. Jika dibandingkan dengan omega-6, omega-3 memiliki efek anti inflamasi dan pada beberapa studi klinis menunjukkan perbaikan inflamasi pulmoner dan memendekkan lama rawat di ICU dan penggunaan ventilator.31,32

Pada fase rehabilitasi atau ketika pasien sudah berada dalam kondisi hemodinamik yang stabil, suplementasi dengan essential fatty acid dan asam amino rantai cabang dapat diberikan sebagai ajuvan. Sebuah studi multisenter dilakukan terhadap 661 pasien dan membandingkan efek dari pemberian nutrisi parenteral total dengan omega-3. Studi ini menyimpulkan pemberian dari emulsi lemak kaya akan omega-3 dapat menurunkan mortalitas, kebutuhan antibiotik, dan lama rawat inap di rumah sakit pada berbagai macam jenis penyakit (pembedahan gastrointestinal mayor, peritonitis dan sepsis abdomen, sepsis nonabdomen, trauma multipel, dan cedera kepala derajat berat diikuti dalam studi ini). Pada pasien paska operasi yang tidak dapat makan melalui jalur enteral dan pemberian nutrisi parenteral total atau nutrisi parenteral parsial diperlukan, maka komposisi lengkap dari vitamin dan trace elements sebaiknya diberikan setiap hari.31 Salah satu sediaan multivitamin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah Cernevit® dengan kandungan antara lain retinol palmitate 3500 IU, kolekalsiferol 220 IU, tokoferol 11,2 IU, asam askorbat 125 mg, nikotinamid 46 mg, asam pantotenat 17,25  mg, piridoksin  4,53 mg, riboflavin 4,14  mg, tiamin 3,51 mg, asam folat 414 mcg, D-biotin 69 mcg, dan sianokobalamin 6 mcg.

Apabila pasien sudah mampu untuk menoleransi diet melalui jalur enteral, maka nutrisi parenteral dapat dihentikan. Penghentian nutrisi parenteral secara bertahap tidak diperlukan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia. Sebuah studi menyebutkan meskipun setelah pemberian nutrisi parenteral yang lama (3-4 minggu), sel beta tetap sensitif terhadap perubahan kadar glukosa dan adaptasi terhadap kadar glukosa dan sekresi insulin berlangsung dengan sangat cepat. Sebuah studi lainnya menunjukkan kadar glukosa plasma kembali ke basal dalam waktu 60 menit tanpa adanya gejala hipoglikemia setelah pemberian infus glukosa dengan dosis 3,7 g/kgBB/hari dihentikan. Tidak terdapat perbedaan kadar glukosa rerata dan hormon utama, seperti epinephrine, nor-ephinephrine, insulin, glukagon, growth hormone, dan kortisol antara penghentian secara langsung ataupun bertahap.31,32

Referensi:

7. Rinilella E, Anneta M, Serrichio ML, Dal Lago, Miggiano, Mele. Nutritional support in acute pancreatitis: from physiopathology to practice. An evidence-based approach. European Review for Medical and Pharmacological Sciences 2017;21:421–432

31. Braga M, Ljungqvist O, Soeters P, Fearon K, Weimann A, Bozzetti F. ESPEN Guidelines On Parenteral Nutrition: Surgery. Clinical Nutrition 2009;28:378–386

32. Ayers P, Holcombe B, Plogsted S, Guenter P. A.S.P.E.N Parenteral Nutrition Handbook. Second Editon. American Society for Parenteral and Enteral Nutrition. USA, 2011.

33. Mc Clave et al. Guidelines for the Provision and Assessment of Nutrition Support Therapy in the Adult Critically Ill Patient: Society of Critical Care Medicine (SCCM) and American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (A.S.P.E.N.). Journal of Parenteral and Enteral Nutrition 2016;40(2):159–211

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *