Pengukuran antropometrik meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh, adalah parameter relevan dan objektif untuk melihat status nutrisi pasien kanker dengan kemungkinan salah yang sedikit. Berat badan dan riwayat berat badan adalah komponen esensial dari asesman inisial nutrisi dikarenakan dampak yang serius dari kehilangan berat badan dan berat badan rendah terhadap morbiditas dan mortalitas. Parameter lainnya seperti tebal lipatan kulit, perhitungan lingkar lengan atas, bioelectrical impedance analysis juga dapat dilakukan untuk mengukur lean body mass dan distribusi massa lemak. Walaupun parameter ini harus dilakukan oleh praktisi terlatih untuk mengurangi kesalahan.29
Beberapa teknik telah dikembangkan untuk menilai komposisi tubuh, meliputi bioimpedance analysis (BIA), DXA, CT dan magnetic resonance imaging (MRI). CT dan MRI adalah baku emas untuk menilai massa otot. BIA digunakan untuk menilai massa lemak relatif terhadap lean body mass (massa otot ditambah dengan massa tulang). Eletroda diletakkan di tangan dan kaki untuk menilai tahanan atau hambatan yang dihasilkan dari aliran listrik tegangan rendah. Tahanan akan lebih besar pada massa lemak dan tulang dibandikan dengan jaringan lunak. Tahanan dapat dipengaruhi oleh status hidrasi dari pasien. Dual energi X-ray absorptiometry (DXA) mengeksplooitasi perbedaan dari jaringan tubuh dan tulang pada energi X-ray yang berbeda untuk mengukur lean body mass (LBM), fat mass (FM) dan bone mineral mass (BMM) yang dapat diekstrapolasi ke seluruh bagian tubuh. Paparan radiasi X-ray DXA adalah rendah (0,1 mSv). Atenuasi X-ray dan transmisinya merekfleksikan perbedaan dari ketebalan, densitas, dan komposisi elemental dari kompartemen tubuh yang berbeda. Atenuasi bertambah apabila jaringan menjadi lebih padat, misalnya pada tulang.41,42 DXA memiliki kelemahan yaitu tidak dapat membedakan jaringan subkutan dan viseral adiposa. CT dan MRI dapat memperkirakan leans muscle mass dan jaringan adiposa serta infiltasi lemak ke dalam otot rangka. Lumbar vertebra ke-3 sering digunakan sebagai landmars pada studi potong lintang untuk menilai komposisi tubuh, karena pada level ini terdapat psoas, otot paraspinal, dan otot-otot dinding perut, sehingga menjadikan level ini optimum untuk menilai otot rangka secara kuantitatif. Tetapi, apabila level ini digunakan untuk menilai massa lemak, maka nilainya akan sangat dipengaruhi oleh gender dan usia, oleh karena itu level berbeda digunakan yaitu setingkat L2-3, L4-5 serta pertengahan pinggang, walaupun dari berbagai studi dikatakan bahwa tidak ada perbedaan bermakna apabila dibandingkan dengan menggunakan L3 saja sebagai patokan.32-34
MRI memiliki keunggunalan dibandingkan dengan CT dalam menilai komposisi tubuh dalam hal tidak adanya paparan radiasi yang dihasilkan. MRI baik dalam menilai jaringan lemak dibandingkan dengan CT karena lemak memiliki nilai T1 yang pendek dan T2 proton relaxation times yang lebih panjang. Serupa dengan CT, level yang digunakan untuk evaluasi MRI adalah setinggi L2/3 pada vertebra yang dinilai sebagai tingkat yang reliabel dalam menilai massa lemak.35-39
Untuk penggunaan praktis di klinis, data komposisi tubuh yang relevan digunakan adalah massa jaringan lemak dan massa bebas lemak, atau disebut model 2 kompartemen. Sedangkan untuk data yang lebih maju, relevan digunakan model 4 kompartemen, yaitu massa jaringan lemak, massa tulang (dengan DXA), cairan ekstraselular dan kompartemen selular. Untuk mengestimasi jumlah dari massa otot dapat juga dengan melihat out kreatinin yang jumlahnya proporsional dengan massa otot (18-20 kg massa otot akan memproduksi 1 gram kreatinin perhari), walaupun parameter ini dipengaruhi oleh adanya penyakit pada ginjal dan juga asupan makan. BIA digunakan secara rutin di klinis, dan memberikan data yang baik bagi pasien-pasien dengan kondisi yang stabil. Walaupun pada pasien-pasien yang menderita penyakit akut dan memiliki masalah pada status hidrasi (adanya asites, hidrotoraks, dll), penggunaan BIA harus mendapat perhatian khusus.40
Asesmen lain adalah riwayat asupan makan yang sangat penting sebagai informasi adanya riwayat asupan makan yang menurun dan berakibat terjadinya malnutrisi pada pasien, atau sebaliknya dimana terjadi asupan makan yang berlebih dan menyebabkan obesitas. Riwayat asupan makan pada pasien kanker yang dapat dilakukan antara lain riwayat makan secara acak, mingguan, 2 hari kerja ditambah 1 hari libur, dan riwayat makan 24 jam (merupakan baku emas yang harus dilakukan sebagai data diet primer) yang dilakukan dengan metode five-step multipass procedure. Metode ini dikembangkan oleh United States Department of Agriculture (USDA) untuk mendapatkan data riwayat makan melalui recall 24 jam yang akurat. Langkah-langkah untuk prosedur ini adalah: (1) mencatat daftar makanan pasien secara cepat dan sederhana dalam satu baris, makanan yang dicatat adalah dalam satu waktu tertentu dimulai dari awal pasien memulai makan hingga pasien pergi tidur dalam 24 jam; (2) membacakan kembali daftar makanan yang dicatat satu persatu dan berikan waktu kepada pasien untuk mengingat makanan yang mungkin terlupa; (3) Menanyakan apakah ada cemilan, minuman, atau makanan lain yang dikonsumsi pasien dengan memberikan petunjuk berupa kegiatan atau aktivitas yang dilakukan kemarin; (4) Menjabarkan makanan/minuman yang dikonsumsi dengan lebih detail, seperti merek makanan yang dikonsumsi, bagaimana makanan diproses, apa yang ditambahkan ke dalam makanan, jumlah atau ukuran saji dari makanan, dan sebagainya; (5) Melihat kembali catatan dan membacakan apa yang telah dicatat agar pasien dapat mengingat atau menambahkan sesuatu yang terlupa.41,42
Parameter biokimia yang harus diperhatikan antara lain hemoglobin, kadar gula darah puasa, albumin, transferin, hitung jenis, limfosit, ureum, kreatinin, serta bila memungkinkan beberapa tumor marker seperti TNF-αβ, NF-Ϗβ, dan lain-lain agar dapat menentukan status nutrisi dan prognosis dari penyakit.41
Kemampuan menelan pasien sebaiknya dinilai oleh terapis wicara agar dapat mendeteksi disabilitas menelan pada pasien-pasien terutama pada pasien kanker kepala leher dengan lebih objektif.43
Sitasi:
Adimukti P. Laporan Kasus: Terapi Nutrisi pada Pasien Karsinoma Nasofaring dengan Malnutrisi Berat yang Menjalani Radiasi. Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017;5:1-56