Aspek metabolik pada Luka Bakar Listrik yang berdampak pada nutrisi

Luka bakar listrik memiliki patologi yang unik, jaringan lunak yang terkena dapat meningkatkan kebutuhan cairan resusitasi. Dapat terjadi kerusakan miokardium apabila terpapar pada listrik tegangan rendah ataupun tinggi. Perlukaan miokardium yang terjadi pada luka bakar listrik seperti pada kontusio jantung dan bukan pada infark jantung. Tulang menahan akumulasi panas yang terberat karena tulang merupakan jaringan dengan tahanan yang paling tinggi terhadap elektrisitas. Panas yang terkumpul tersebut kemudian dapat merusak otot-otot di sekitar tulang. Jaringan subkutan dan kulit juga rusak karena bersifat sebagai konduktor listrik. Luka bakar listrik umumnya akan bermanifestasi sebagai edema, nekrosis, sindrom kompartemen (sebagai mana yang terjadi pada pasien ini), dan rhabdomyolisis. Pasien biasanya harus langsung menjalani operasi dalam 24 jam untuk mengatasi hal tersebut. Kerusakan otot ditandai dengan adanya myoglobinuria yang berpotensi untuk mengakibatkan gagal ginjal akut.14

Pada luka bakar berat yang dapat dikatakan sebagai suatu bentuk trauma yang berat, maka permasalahan yang terjadi permasalahan airway (misalkan luka bakar yang disertai oleh terjadinya trauma inhalasi), breathing (adanya eskar yang menghambat pergerakan dinding dada pada proses respirasi), dan permasalahan sirkulasi dimana permasalahan pada sirkulasi ini adalah yang sangat berkaitan erat dengan nutrisi. Untuk memahami permasalahan sirkulasi maka harus dipahami terlebih dahulu bagaimana pembagian kompartemen cairan tubuh. Pada keadaan normal kompartemen cairan tubuh terbagi atas 2 bagian besar yaitu kompartemen intrasel (sebanyak 60%) dan ekstrasel (40%). Kompartemen ekstrasel ini terdiri dari kompartemen interstitium sebanyak 30% dan intravaskular 10%. Pada luka bakar dimana terjadi gangguan sirkulasi karena adanya trauma termis pada endotel yang disebabkan oleh kerusakan struktur penunjang endotel (kolagen dan asam hialuronat), maka cairan pada kompartemen intravaskular berpindah ke jaringan interstitium dan terjadilah edema sehingga terjadi kondisi yang disebut sebagai hipovolemia.13-14

Gangguan sirkulasi yang terjadi selanjutnya adalah merupakan gangguan hemostasis yang menyebabkan gangguan perfusi (hipoperfusi jaringan) dan hipoksia jaringan. Gangguan sirkulasi yang berawal dari area trauma lokal memberi dampak sistemik berupa terganggunya perfusi di area lokal dan sistemik. Respon tubuh akibat gangguan perfusi ini dibahas dalam dua bagian, yaitu pada tingkat sel dan tingkat sistemik. Pada respon sel terganggunya perfusi ke sel menyebabkan suasana aerob di lingkungan sel berubah menjadi anaerob. Sedangkan respon sistemik timbul respon tubuh untuk mempertahankan keseimbangan melalui mekanisme kompensasi yang sangat kompleks. Sirkulasi sentral diutamakan karena organ-organ sentral khususnya otak sangat sensitif dan memiliki toleransi yang sangat rendah terhadap kondisi hipoksia, disamping jantung dan paru yang juga diutamakan karena menjadi motor pengadaan dan distribusi oksigen. Sirkulasi sentral yang diutamakan adalah sirkulasi pulmonar, serebral, dan kardial. Sedangkan sirkulasi perifer adalah splangnikus, renal, muskular, kulit dan lainnya. Dengan terganggunya sirkulasi splangnikus, terjadi perubahan degeneratif yang bersifat akut (sesuai karakteristik trauma) terutama pada organ-organ yang diperdarahi, antara lain saluran cerna bagian atas (gaster, duodenum, pankreas, limpa, dan hepar).13-14

Pada hepar terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, sintesis dan detoksifikasi terganggu. Dapat diamati dari perubahan laboratorium SGPT/SGOT, enzim fosfatase alkali, gamma globulin, gamma GT, dan kadar bilirubin. Peningkatan glukosa darah selain mencerminkan gangguan fungsi hepar juga menggambarkan stres metabolisme di fase awal, sebelum terjadinya peningkatan pada  kadar kortisol dan katekolamin.13-14

Disrupsi mukosa, gangguan fungsi (penurunan produksi  getah lambung, enzim-enzim pencernaan), erosi mukosa, dan bila lanjut akan menjadi atrofi mukosa yang dapat memicu pelepasan mediator-mediator inflamasi. Lebih lanjut lagi dapat terjadi iskemia mukosa saluran cerna yang berperan dalam menyebabkan penurunan imunitas yang dapat dikaitkan dengan penurunan fungsi gastrointestinal associated lymphoid tissue (GALT) yang sangat penting dalam timbulnya sepsis. Gangguan perfusi ke lamina muskularis mukosa dan muskulus sirkularis menyebabkan terganggunya motilitas usus sehingga  timbul ileus yang akan memperberat keadaan inflamasi usus dan pada akhirnya menyebabkan edema usus yang memicu terjadinya perdarahan saluran cerna dan sekuestrasi ke rongga ketiga dan terjadilah sindroma kompartemen abdominal yang membuat prognosis menjadi semakin buruk.13-15

Telah disebutkan pada paragraf sebelumnya bahwa terjadi perubahan metabolisme sebagai suatu respon pada luka bakar. Perubahan metabolisme yang terjadi dapat terus berlangsung hingga bertahun-tahun paska terjadinya luka bakar. Segera setelah terjadinya luka bakar terjadi hambatan metabolisme dan penurunan perfusi jaringan yang dinamakan sebagai fase ebb. Fase ini berlangsung beberapa jam hingga paling lama biasanya 72 jam. Pada fase ini, dilakukan resusitasi, dan apabila fase ini berhasil dilewati pasien akan masuk ke dalam fase flow, dimana fase ini terjadi hipermetabolisme dan hiperdinamik dari sirkulasi. Fase ini adalah fase dimana kaskade perubahan metabolik dapat menjadi penyebab dari pemanjangan masa penyembuhan pasien bahkan kematian. Sehingga fase ini adalah fase yang sangat menentukan untuk bagian tim multidisiplin dalam penanganan pasien luka bakar. Implikasi apabila fase ini tidak terlewati dengan baik dari sisi nutrisi adalah terjadinya penurunan berat badan, katabolisme otot dan tulang (wasting), perburukan imunitas, infeksi, kegagalan penyembuhan luka, yang dapat memperburuk keadaan pasien bahkan menyebabkan kematian. Oleh karena itu terapi nutrisi sangat dibutuhkan dalam manajemen pasien luka bakar.15,16

Perubahan metabolisme pada luka bakar yang terjadi luas dan mengikutsertakan terjadinya perubahan pada fungsi hati, jantung, saluran pencernaan, otot, tulang, dan ginjal. Perubahan metabolisme yang terjadi utamanya diperantarai oleh hormon-hormon katabolik seperti katekolamin dan kortikosteroid, serta sitokin pro-inflamasi. Pada pasien luka bakar terjadi peningkatan 10-20 kali lipat pada level katekolamin dan kortikosteroid yang dapat terus terjadi hingga 12-24 bulan paska terjadinya luka bakar. Aksi dari hormon-hormon katabolik ini bertolak belakang dengan aksi insulin dan menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme pada karbohidrat, protein, dan lemak pada pasien-pasien luka bakar.15,16

Regulasi karbohidrat utamanya terjadi pada hati dan jaringan otot. Kedua jaringan ini juga memiliki peranan penting dalam metabolisme lemak, sehingga terjadinya resistensi insulin paska luka bakar mengikutsertakan interaksi antara glukosa dan lemak. Hati adalah organ kompleks yang berperan dalam metabolisme. Peranan hati pada metabolisme glukosa adalah menjaga konsentrasi glukosa plasma, dengan glukoneogenesis dan glikogenolisis pada fase puasa dan glikoneogenesis pada fase makan. Hati juga mengutilisasi asam lemak bebas untuk menghasilkan energi serta mensekresikan plasma triasilgliserol (TAG), very low density lipoprotein (VLDL), serta beberapa molekul apolipoprotein yang terdapat dalam molekul kolesterol. Resistensi insulin hepatik bermanifestasi sebagai kegagalan insulin untuk menekan produksi glukosa dan lipolisis.  Hiperglikemia yang terjadi pada luka bakar utamanya disebabkan oleh peningkatan glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati, yang dimediasi oleh peningkatan katekolamin melalui beberapa mekanisme. Peningkatan glukoneogenesis distimulasi oleh produksi cAMP oleh katekolamin yang akhirnya menginaktivasi piruvat kinase dan mencegah terjadinya glikolisis dan memicu glukoneogenesis. Katekolamin juga menstimulasi p38 mitogen-activating protein kinase yang merangsang pelepasan tumor necrosis factor-α (TNF- α) dan interleukin-1 (IL-1) yang mengaktivasi nuclear factor-Ϗβ (NF- Ϗβ), yang menyebabkan apoptosis dan kerusakan sel-sel hati. NF- Ϗβ juga diinduksi oleh konsentrasi asam lemak bebas di plasma dan biasanya merupakan proses sekunder yang meningkat akibat adanya peningkatan katekolamin. NF- Ϗβ juga merangsang produk IL-6 yang mengakibatkan hambatan pelepasan glukosa serta terjadinya resistensi insulin hepatik.17,18

Memasuki fase flow, hati terus memproduksi glukosa dengan kecepatan yang meningkat karena terjadi peningkatan glukoneogenesis. Asam amino yang dihasilkan dari pemecahan protein juga merupakan prekursor glukoneogenesis. Hiperglikemia gagal untuk menekan produksi glukosa hepatik pada fase ini. Efek insulin untuk menekan produksi glukosa juga dihambat, bahkan pada konsentrasi yang sangat tinggi insulin dapat tetap gagal untuk melakukan penghambatan produksi glukosa. Hiperinsulinemia dikatakan hanya menekan produksi glukosa sebanyak 48%. Dapat disimpulkan bahwa hiperglikemia paska trauma disebabkan oleh hal ini.18-19

Pada saat terjadinya hiperglikemia, ambilan asam lemak bebas oleh hati meningkat, dan asam lemak bebas disekresikan oleh hati dalam bentuk TAG dan VLDL, karena terjadi peningkatan keduanya maka β-oksidasi asam lemak bebas dihambat. Apabila keadaan ini ditambah lagi dengan peningkatan asam lemak bebas plasma yang terjadi pada luka bakar (karena adanya hormon stres yang memicu hormone-sensitive lipase) maka hal ini dapat memicu terjadinya hepatomegali akibat adanya penyimpanan cadangan lemak yang bertambah dalam bentuk TAG di dalam sel-sel hati. Peningkatan TAG di dalam sel-sel hati berhubungan dengan ketidakmampuan hati untuk merespon insulin.17-19

Mekanisme resistensi insulin juga terjadi pada otot. Pada keadaan normal glukosa ditranspor dari plasma ke dalam sel melalui glucose transporter-4 (GLUT-4). Protein ini pada awalnya berada di sitoplasma tetapi kemudian berelokasi ke membran sel setelah insulin terikat dengan insulin receptor (IR) yang berfosforilasi untuk mengaktivasi sinyal-sinyal intraseluler dan pada akhirnya mengaktivasi GLUT-4 untuk berpindah ke permukaaan sel. Metabolit asam lemak yang meningkat di dalam sel-sel otot, diketahui dapat  mengganggu atau menginaktivasi IR yang pada akhirnya akan mengganggu ekspresi GLUT-4 ke permukaan sel dan menyebabkan proses transpor glukosa terganggu. Proses ini menjelaskan terjadinya resistensi insulin perifer pada luka bakar.18-19

Respon metabolik yang terjadi pada hakikatnya berguna untuk mempertahankan homeostasis pada keadaan luka bakar. Produksi glukosa yang meningkat merupakan substrat untuk memfasilitasi penyembuhan luka yang terjadi. Tidak hanya peningkatan glukosa, suplai asam amino di plasma juga mengalami peningkatan melalui proses proteolisis yang dipicu oleh peningkatan hormon stres dan mediator inflamasi. Dua asam amino yang utamanya dilepaskan melalui proteolisis adalah glutamin dan alanin. Keduanya adalah substrat yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan luka dan juga diubah menjadi glukosa melalui jalur glukoneogenesis hepatik. Glutamin merupakan suplai energi utama untuk saluran pencernaan dan akan diubah menjadi alanin dan amonia, yang kemudian dipergunakan oleh hati dan diubah menjadi urea.20-21

Protein dibutuhkan untuk menunjang struktur dan fungsi sel, serta sangat berperan penting dalam sinyal biomolekular dan imunitas. Pencernaan protein menjadi peptida dimulai di lambung melalui proses denaturasi dan aksi enzimatik dari pepsin. Pencernaan peptida menjadi tripeptida, dipeptida, dan asam amino terjadi di level duodenum melalui enzim protease yang disekresi oleh pankreas dan peptidase yang dihubungkan dengan glikokaliks dari lumen saluran cerna. Dipeptida, oligopeptida, serta asam amino tunggal kemudian diabsorbsi di sepanjang usus halus. Protein yang masuk ke dalam tubuh akan diantar oleh sistem vena porta ke hati sebagai pool asam amino, 25% akan dilepaskan sebagai asam amino yang bersirkulasi di plasma, 55% dikonversikan menjadi urea, 6% dipergunakan untuk sintesis plasma protein (albumin dan prealbumin), 14% diubah menjadi protein hati.20-21

Organ hati, otot, ginjal, paru-paru, dan adiposa adalah organ-organ tubuh yang berbagi peranan dalam pengaturan metabolisme asam amino. Katabolisme dari kebanyakan asam amino esensial berlangsung di hati tetapi 3 asam amino rantai cabang (leusin, isoleusin, dan valin) memiliki pengecualian, asam amino ini didegradasi di otot dan menghasilkan alanin dan glutamin.20

Alanin diproduksi di otot bersamaan dengan produksi laktat selama terjadinya glikolisis anaerobik dari glukosa dan melepaskan adenosin-tri-phospate (ATP). Melalui siklus Cory, hati mengubah produksi laktat oleh otot menjadi glukosa yang akan dipergunakan kembali oleh otot menjadi sumber energi, hati juga dapat mempergunakan alanin menjadi substrat glukoneogensis dalam siklus glukosa-alanin. Paska luka bakar berat, oksidasi dari asam amino rantai cabang akan meningkat, oleh stimulasi glukagon, hati mentransfer alanin memasuki siklus urea untuk memproduksi piruvat yang akan memasuki jalur glukoneogenesis melalui enzim mitokondria piruvat karboksilase. Glukosa akhirnya terbentuk dan akan dilepaskan kembali ke sirkulasi. Dari 20 asam amino, 18 adalah glukoneogenik dan alanin adalah sumber terbanyak. Siklus ini disebut sebagai siklus glukosa-alanin.19-20

Laktat adalah produk metabolisme anaerob glukosa. Pada keadaan fisiologis, laktat diproduksi oleh sel darah merah dan sel otot yang kemudian akan dimetabolisme di hati dan diubah menjadi piruvat dan akan masuk ke dalam jalur glukoneogenesis, siklus ini dinamakan sebagai siklus Cory. Reaksi ini memerlukan banyak energi yang sedianya dihasilkan dari lipolisis dan β-oksidasi asam lemak. Pada keadaan sakit kritis laktat adalah penanda dari terjadinya hipoperfusi jaringan serta pengantaran oksigen yang tidak adekuat.19

Peningkatan katabolisme protein serta pelepasan asam amino untuk glukoneogenesis akan meningkatkan produksi nitrogen, memicu keseimbangan nitrogen negatif, serta peningkatan eksresi urea oleh ginjal.21

Patofisologi serta respon metabolik pada luka bakar yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein adalah hal yang akan menjadi dasar pertimbangan pada terapi nutrisi pada luka bakar. Pada pasien ini langkah terapi nutrisi dimulai dengan asesment nutrisi pada pasien yang meliputi anamnesis riwayat asupan makan, pemeriksaan fisik, antropometri, dan biokimia. Riwayat berat badan dan tinggi badan sebelum terjadinya luka bakar ditanyakan kepada pasien jika memungkinkan, riwayat status nutrisi pasien sebelumnya, persentase luka bakar, kondisi saluran cerna serta keluhan-keluhan yang berhubungan dengan saluran cerna (mual dan muntah, diare, anoreksia), penggunaan obat-obatan anti nyeri, riwayat medis pasien sebelumnya, riwayat perubahan berat badan yang terjadi pada pasien (dalam 1 hingga 6 bulan sebelum terjadinya luka bakar), serta riwayat kapasitas fungsional.22-23

Sitasi:

Adimukti P. Laporan Kasus: Terapi Nutrisi pada Pasien Luka Bakar Karena Listrik. Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017;7:1-42

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *