Pankreatitis nekrotikan merupakan komplikasi lokal yang terjadi pada sekitar 10-20 % pasien dengan pankreatitis akut.1 Di Eropa, prevalensi pankreatitis akut adalah sebesar 0,14-1% atau sebesar 10-15 pasien per 100.000 penduduk pertahun. Di Amerika Serikat, hampir 300.000 kasus pankreatitis terjadi setiap tahun dan 10-20% di antaranya merupakan pankreatitis akut berat dan menyebabkan 3000 kematian. Di Indonesia, belum ada data prevalensi dari pankreatitis akut. Namun, berdasarkan penelitian oleh Nurman pada tahun 1990 mengatakan bahwa hampir 1 dari 3 pasien dengan nyeri perut bagian atas yang hebat adalah pasien pankreatitis akut.2,3
Perjalanan pankreatitis akut dibagi menjadi fase awal dan lambat. Penyebab kematian pada fase awal adalah gagal organ dan pada fase lambat adalah pankreatitis nekrotikan terinfeksi dengan mortalitas hingga 30%. Mortalitas pada fase lambat umumnya akibat sepsis.4,5
Pemberian nutrisi pada pankreatitis tidak hanya bertujuan untuk memberikan suplai energi untuk metabolisme tetapi juga untuk menjaga fungsi saluran cerna, mencegah perluasan inflamasi, memodulasi sistem imun serta memberikan efek antioksidan pada pankreas dan saluran cerna di sekitarnya.6 Pemberian terapi nutrisi yang optimal pada kondisi pankreatitis telah menjadi perdebatan sejak lama terkait jalur enteral dan parenteral. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa nutrisi enteral memiliki banyak manfaat pada kondisi pankreatitis. Tetapi, beberapa uji klinis telah membuktikan bahwa nutrisi parenteral dapat mencegah stimulasi pankreatik sehingga dapat memperbaiki kondisi klinis pasien.6 Rinnilella et al7 mengemukakan bahwa nutrisi enteral menstimulasi pengeluaran enzim-enzim pankreatik, gastrin, dan kolesistokinin, namun tidak demikian dengan nutrisi parenteral. Quan et al8, dalam sebuah studi meta analisis, menyimpulkanbahwa jalur enteral merupakan jalur yang terpilih pada kasus-kasus pankreatitis karena lebih sedikit menimbulkan efek risiko infeksi, memperpendek masa rawat, dan menurunkan kemungkinan akan intervensi bedah. Namun demikian, O’Keefe et al9 mengemukakan bahwa nutrisi enteral dapat menyebabkan komplikasi pada pasien-pasien pankreatitis yang mengalami kerusakan pada daerah duktus sehingga intervensi nutrisi parenteral total dibutuhkan.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dikaji lebih lanjut melalui laporan kasus ini, mengenai penggunaan nutrisi parenteral pada kasus pankreatitis, terutama pankreatitis yang telah berkembang menjadi nekrosis terinfeksi serta telah menjalani prosedur pembedahan terbuka. Pada kondisi ini, seringkali terjadi kondisi ileus paska bedah, penurunan toleransi enteral, serta komplikasi paska bedah lainnya yang dapat menjadi indikasi digunakannya nutrisi parenteral total sebelum dimulainya nutrisi enteral pada pasien pankreatitis nekrotikan terinfeksi paska laparotomi.10
Pasien pada laporan kasus adalah laki-laki berusia 31 tahun dengan diagnosis pada perawatan gizi pertama kali adalah pankreatitis nekrotikan paska laparotomi dengan jalur nutrisi terpasang adalah nutrisi parenteral total.
Tata laksana nutrisi diberikan pada pasien ini sebagai bagian dari terapi yang berguna mendukung proses perbaikan kondisi penyakit serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Tata laksana nutrisi pada pasien disesuaikan dengan kondisi pasien. Perhitungan kebutuhan target kalori menggunakan formula Harris-Benedict yang dibandingkan dengan ekuasi Ireton-Jones. Kebutuhan nutrisi inisial pada pasien dihitung dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain atau komorbid yang terdapat pada pasien yang mengalami hipermetabolisme berat dan stres paska bedah. Pemberian energi harian inisial pada nutrisi parenteral total dapat diberikan mulai dari 20-35 kkal/kgBB/hari, protein target sebesar 1,2-2,5 g/kgBB/hari, dan lemak sebesar 25-40% dari total kebutuhan energi harian. Hingga pemantauan terakhir, energi diberikan pada pasien ini sebesar 19 kkal/kgBB, dengan protein sebesar 0,9 g/kgBB, lemak sebesar 36% dan karbohidrat sebesar 46%. Suplementasi mikronutrien, essential fatty acid, serta asam amino rantai cabang direkomendasikan untuk pasien-pasien dengan kondisi ini. Pada pasien ini juga dapat direncanakan untuk diberikan tambahan EPA sebesar 2 g/hari dan BCAA sebesar 12 g/hari pada saat memasuki tahap rehabilitasi.
Referensi:
- Peter AB., Thomas LB., Christos D., et al. Classification of acute pancreatitis – 2012 : revision of the Atlanta Classification and definitions by international consensus. Gut 2013 ; 62: 102–111
- Nurman A. Pankreatitis akut dalam gastroenterologi hepatologi, penerbit Buku Kedokteran CV Infomedika, Jakarta; 1990; 441-55
- Soetikno RD. Severe Acute Pancreatitis. Pustaka Unpad. 2011
- Bhatia M, Wong FL, Cao Y, et al. Pathophysiology of acute pancreatitis. Pancreatology 2005; 5 : 132-144
- Wu XN. Current concept of pathogenesis of severe acute pancreatitis. World J Gastroenterol 2000; 6 (1): 32–36
- Pan LL, Li J, Shamoon M, Bhatia M, Sun J. Recent Advances on Nutrition in treatment of Acute Pancreatitis. Front Immunol 2017;8:762–72
- Rinilella E, Anneta M, Serrichio ML, Dal Lago, Miggiano, Mele. Nutritional support in acute pancreatitis: from physiopathology to practice. An evidence-based approach. European Review for Medical and Pharmacological Sciences 2017;21:421–432
- Quan H, Wang X, Guo C. A meta-analysis of enteral nutrition and total parenteral nutrition in patients with acute pancreatitis. Gastroenterology research and Practice 2011;10:1–10
- 0’Keffe S, Broderick T, Turner M, Stevens S. Nutrition in the Management of Necrotizing Pancreatitis. Clinical gastroenterology and hepatology 2003;1:315–21
- Gianotti, Meier R, Lobo DN, Bassi C, Dejong C, Ockenga J. Espen Guidelines on Parenteral Nutrition: Pancreas. Clinical Nutrition 2009;28: 428–435
Catatan: Referensi lengkap ada pada penulis